Pengertian Sastra

RuangBuku.id – Kami melayani jasa self publishing, jasa penerbitan buku, jasa penulisan buku, jasa editing buku untuk bahan ajar ataupun untuk keperluan lain. Namun, sebelum itu, Anda bisa menyimak pembahasan di bawah ini mengenai Pengertian Sastra

Eksistensi sastra tidak akan lepas kehidupan manusia sehari-hari. Hal tersebut karena manusia dapat menjadi subjek sekaligus objek dalam sebuah sastra.

Sastra tidak hanya sebatas pada sebuah tulisan di lembaran kertas saja, tetapi juga turut berperan penting dalam kehidupan manusia sejak dahulu kala. Melalui sastra, manusia dapat menyampaikan aspirasinya kepada orang lain, mulai dari masyarakat hingga pemerintah.

Tidak perlu bingung mengenai bagaimana bentuk sastra, karena “mereka” dapat ditemukan dan berada sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita lho… 

Sejak masih kecil hingga sudah besar seperti sekarang ini, pasti Anda sering menjumpai atau bahkan membuat sebuah karya sastra. Hal itu mungkin saja karena karya sastra juga menjadi bahan pembelajaran ketika di sekolah.

Lalu sebenarnya, apa sih pengertian dari sastra? Apakah hanya sekadar tulisan di lembaran kertas saja? Lalu apa hal-hal yang membuat sebuah tulisan itu dapat disebut sebagai sastra?

Pengertian Sastra

Kata “Sastra” dalam Bahasa Indonesia, sebenarnya mengambil istilah dari bahasa Sansekerta yaitu “shastra”. Kata “sas” memiliki makna instruksi atau pedoman, dan “tra” berarti alat atau sarana.

Dalam pemakaiannya, kata “sastra” sering ditambah awalan su sehingga menjadi susastra. Awalan su tersebut memiliki makna baik atau indah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata “susastra” berarti hasil karya yang baik dan indah.

Sebelumnya, telah banyak ahli sastra yang menyampaikan pendapatnya mengenai pengertian dari sastra, yakni sebagai berikut:

Menurut Plato, sastra merupakan hasil tiruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Hal tersebut karya sebuah karya sastra harus merupakan bentuk teladan alam semesta sekaligus menjadi model kenyataan kehidupan manusia sehari-hari.

Lalu, menurut Sapardi Djoko Damono (1979), sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium penyampaiannya. Sastra juga menampilkan gambaran kehidupan manusia dan kehidupan tersebut adalah suatu kenyataan sosial.

Kemudian, menurut Mursal Esten (1978), sastra merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai bentuk perwujudan (manifestasi) dari kehidupan manusia dan masyarakat. Dalam sastra, penyampaiannya menggunakan bahasa dan memiliki efek positif bagi kehidupan manusia.

Selanjutnya, menurut Taum (1997), sastra adalah bentuk karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif dan menggunakan bahasa yang indah serta keberadaannya dapat berguna untuk hal-hal lain.

Terakhir, menurut Semi (1988), sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni secara kreatif yang menggunakan manusia dan kehidupannya sebagai objek sastra. Selain itu, dalam sastra juga menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Melalui pengertian-pengertian sastra yang disampaikan oleh beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah hasil karya manusia yang menceritakan mengenai kehidupan manusia dan disampaikan melalui bahasa.

Sejarah Sastra

Setelah memahami pengertian sastra, Anda juga harus mengetahui bagaimana sejarah sastra yang kemunculannya sudah ada sejak zaman dahulu. Ada beberapa kategori dalam sejarah sastra berdasarkan sejarah perkembangan sastra, dalam hal ini adalah sejarah perkembangan sastra di Indonesia.

Setidaknya, hingga saat ini sejarah sastra terbagi menjadi 8 bagian yang akan dijelaskan di bawah ini.

1. Angkatan Pujangga Lama

Sejarah sastra pada angkatan pujangga lama ini terjadi sebelum abad ke-20. Pada masa angkatan pujangga lama tersebut, berbagai karya sastra didominasi dengan syair, pantun, gurindam, hikayat, dan lain sebagainya. Bahkan hingga saat ini, jenis sastra pada angkatan pujangga lama masih sering digunakan sebagai syarat pada acara adat.

Misalnya juga pada karya sastra yang berupa hikayat, biasanya akan dibacakan sebagai hiburan dan juga sebagai pelipur lara untuk membantu membangkitkan semangat dari pembaca atau pendengarnya. Hal ini karena biasanya hikayat mengisahkan kehebatan atau kepahlawanan dari seseorang.

2. Angkatan Balai Pustaka

Setelah angkatan pujangga lama, masuk ke era angkatan Balai Pustaka. Angkatan Balai Pustaka ini juga berkembang pada tahun 1920-an, yang mana pengarang pada masa itu sudah memiliki keinginan yang luhur untuk dapat memberikan pendidikan budi pekerti agar mampu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sebuah bacaan.

Pada angkatan Balai Pustaka ini, biasanya karya sastra yang diciptakan menggunakan tema yang selaras dengan budaya yang saat itu berlangsung, salah satunya mengenai kawin paksa yang memang saat itu sedang marak terjadi dan juga dilakukan oleh masyarakat secara mayoritas dan bahkan seolah menjadi kebudayaan bagi suatu daerah tertentu.

3. Angkatan Pujangga Baru

Selanjutnya adalah memasuki masa pujangga baru yang mana angkatan Pujangga Baru ini berlangsung sejak 1933 hingga 1942. Angkatan Pujangga Baru ini mulai didirikan sejak Juli 1933 bersamaan dengan terbitnya majalah dengan nama Pujangga Baru. Pada angkatan Pujangga Baru ini, ciri khas karya sastra yang menonjol adalah bertema romantis.

Tema romantis pada angkatan sastra Pujangga Baru ini bisa ditulis di berbagai jenis karya sastra, akan tetapi umumnya pada prosa maupun puisi. Tema yang digunakan pada angkatan ini juga tidak hanya melulu mengenai kawin paksa, seperti yang sebelumnya pernah terjadi.

4. Angkatan ‘45 atau Angkatan Kemerdekaan

Selanjutnya masuk ke angkatan ‘45 atau yang juga disebut angkatan Kemerdekaan. Masa ini berlangsung pada 1942 sampai 1945, yang mana pada masa tersebut, telah bangkit dan juga terintegrasi berbagai jenis sastra yang ada di Indonesia. Berbagai karya sastra yang berkembang pada periode ini juga lebih beragam.

Tak hanya itu, pada periode ini, karya sastra yang diciptakan lebih realistis jika dibandingkan dengan karya sastra pada angkatan-angkatan sebelumnya. Di periode ini, karya sastra biasanya mengangkat adanya berbagai masalah sosial, misalnya korupsi, penyelewengan, ketidakadilan, dan lain sebagainya.

5. Angkatan ‘50-an

Periode angkatan ‘50-an ini biasanya ditandai dengan terbitnya sebuah majalah sastra yang berjudul Kisah oleh H.B Jassin. Majalah tersebut berhasil bertahan hingga 1946 dan berlanjut dengan majalah sastra yang lainnya. Ciri khas yang dimiliki oleh periode sastra angkatan ‘50-an adalah karya sastra yang didominasi oleh cerita pendek.

Selain cerita pendek, karya sastra yang mendominasi pada angkatan ‘50-an antara lain juga merupakan kumpulan puisi, yang mana jenis karya sastra tersebut juga dimuat di dalam majalan Kisah yang memuat berbagai cerpen dan juga puisi.

6. Angkatan ‘66

Masuk ke periode atau angkatan ‘66, dimulai dengan terbitnya sebuah majalah sastra yaitu Horizon. Majalah Horizon ini merupakan satu-satunya majalah sastra yang terbit di Indonesia yang mana hampir seluruh halamannya berisi tentang karya sastra. Tak heran juga para sastrawan menganggap majalah tersebut sebagai standar perkembangan sastra di Indonesia.

Majalah Horizon tersebut lalu menjadi sasaran tuntutan dalam adanya majalah sastra di periode-periode selanjutnya.

Jenis-Jenis Sastra

Menurut Faruk (2014), keberadaan sastra memiliki beragam jenis, bergantung dari sudut pandang apa yang kita gunakan untuk menilai karya sastra tersebut. Sebelumnya telah disebutkan bukan bahwa sebuah karya sastra itu merupakan karya fiktif yang mengandalkan imajinasi manusia.

Karya sastra dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan zaman pembuatan karya sastra tersebut, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru.

1. Karya Sastra Lama

Karya sastra lama ini lahir dari masyarakat Indonesia secara turun-menurun. Dalam karya sastra lama ini biasanya berisi tentang nasihat, ajaran agama, hingga ajaran moral. Hal tersebut karena karya sastra lama diciptakan oleh nenek moyang dan disebarkan secara anonim.

Contoh karya sastra lama misalnya pantun, gurindam, dongeng, mitos, legenda, dan lain-lain.

2. Karya Sastra Baru        

Sebuah karya sastra baru biasanya sudah berbeda dengan karya sastra lama dan tidak dipengaruhi oleh adat kebiasaan masyarakatnya. Karya sastra baru ini cenderung dipengaruhi oleh karya sastra Barat dan Eropa.

Dalam karya sastra baru memiliki banyak genre sesuai dengan realitas sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Contoh karya sastra baru adalah novel romantis, komik, dan lain-lain.

Fungsi Karya Sastra

Karya sastra tidak hanya dapat dijadikan sebagai bahan bacaan ketika waktu senggang saja. Sebuah karya sastra mempunyai banyak fungsi yang secara tidak langsung dapat menampilkan kehidupan yang lain.

1. Fungsi Rekreatif

Karya sastra selalu dapat memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur bagi beberapa orang yang menikmati isi bacaannya. Misalnya, melalui membaca sebuah cerita sastra, seseorang dapat melupakan sejenak masalah hidupnya.

2. Fungsi Didaktif

Karya sastra tidak hanya melulu membahas fiksi yang menghibur, tetapi juga dapat mendidik pembacanya mengenai mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Melalui membaca sebuah karya sastra, pembaca juga dapat memperoleh pengetahuan baru karena setiap karya sastra selalu membahas mengenai realitas sosial yang terjadi.

3. Fungsi Estetis

Fungsi estetis ini berarti sebuah karya sastra dapat memberikan nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai keindahan tersebut dapat dilihat dari kata-kata yang digunakan dalam tulisan karya sastra.

4. Fungsi Moralitas

Sebuah karya sastra pasti mengandung nilai moral yang tinggi dan diperuntukkan bagi pembacanya. Nilai-nilai moral tersebut dapat berupa keyakinan terhadap Tuhan, adil, menghargai sesama, tolong menolong, kasih sayang, dan lain-lain.

Contoh karya sastra Indonesia yang mengandung nilai moral tinggi adalah sastra yang berjudul “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli yang secara tidak langsung memberikan nilai moral mengenai cinta dan budaya masyarakat.

5. Fungsi Religiusitas

Karya sastra kerap kali memuat ajaran agama dan dapat dijadikan teladan bagi pembacanya. Bangsa Indonesia yang menganut Pancasila sebagai dasar negara, pada sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Maka dari itu, pastilah setiap karya sastra akan ada muatan ajaran agama karena karya sastra adalah hasil budaya masyarakat yang beragama.

Struktur Sastra

Karya sastra memiliki beberapa struktur yang terdiri dari beberapa hal di bawah ini.

1. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Puisi

Karya sastra memiliki struktur unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang terdapat di dalam puisi yang mana unsur tersebut merupakan struktur pembangun puisi, yang mana unsur intrinsik secara langsung membangun cerita di dalam karya tersebut, dan unsur ekstrinsik merupakan unsur pembangun di luar karya sastra.

Unsur intrinsik dalam puisi terdiri dari tema, amanat, sikap atau nada, tipografi, citraan, rima, perasaan, dan gaya bahasa. Unsur ekstrinsik di dalam puisi misalnya biografi, kesejarahan, dan sosial.

2. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Prosa

Sama halnya dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik pada puisi, kedua unsur tersebut membangun cerita atau naskah di dalam prosa. Unsur intrinsik pada prosa terdiri dari tema, amanat, alur, tokoh, latar belakang, sudut pandang, dan bahasa. Sementara unsur ekstrinsik berhubungan dengan unsur sosial, latar belakang, masa lalu, dan lain-lain.

3. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama

Terakhir, di dalam drama memiliki unsur intrinsik yaitu tema, plot, tokoh, karakter, dialog, dan latar. 

Demikian beberapa hal mengenai referensi buku ajar dengan judul Pengertian Sastra apabila membutuhkan layanan jasa self publishing, jasa penerbitan buku, jasa penulisan buku, jasa editing buku untuk bahan ajar ataupun untuk keperluan lain Dapat menghubungi admin RuangBuku.